Bakteri Riketsia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Riketsia adalah bakteri kecil yang
merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke manusia melalui
artropoda, kecuali demam Q. Rickettsia merupakan spesies yang dibawa oleh
banyak kutu, dan menyebabkan penyakit pada manusia seperti tipus, rickettsialpox,
demam Boutonneuse, demam gigitan kutu Afrika, demam Rocky Mountain, Australia
Tick Tifus, Pulau Flinders Spotted Demam tifus dan Queensland tick. Bakteri
riketsia juga dikaitkan dengan berbagai penyakit tanaman. Riketsia hanya tumbuh
di dalam sel-sel hidup, sama seperti virus. Nama rickettsia sering digunakan
untuk setiap anggota Rickettsiales. Mereka dianggap sebagai kerabat terdekat
bakteri yang berasal dari organel mitokondria yang ada di dalam sebagian besar
sel eukariotik. Metode tumbuh Rickettsia pada embrio ayam ditemukan oleh Ernest
William Goodpasture dan rekan-rekannya di Vanderbilt University di awal
1930-an.
Pada bulan Maret 2010 peneliti Swedia melaporkan kasus
meningitis bakteri pada wanita disebabkan oleh Rickettsia Helvetica. Di Amerika
Serikat, ada sekitar 500 sampai 1.000 kasus setiap tahun, dengan angka kematian
sekitar 7%, jika pengobatan antibiotik tidak dimulai segera. Kasus
tersebut hanya terjadi pada belahan bumi
bagian Barat, sedangkan belahan Timur memiliki demam kutu jenis lain . Suatu
mikroba tergantung pada Ixodidae tertentu, atau kutu keras yang mendukung
kelangsungan hidupnya. Umumnya, penyakit yang ditularkan oleh kutu yang
ditemukan di Belahan Timur lebih ringan dari yang ditemukan di Barat.
Riketsia pernah menjadi epidemik di belahan Eropa, Meksiko
dan Afrika Utara pada tahun ±1083. Dari berbagai kejadian di atas, maka kita
perlu memahami dan mengetahui struktur
bakteri Riketsia beserta penyakit yang ditimbulkan dari infeksi Riketsia serta
hal-hal lainnya yang terkait dengan riketsia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari riketsia ?
2. Bagaimanakah struktur bakteri
riketsia?
3. Apa sajakah infeksi yang dapat
ditularkan oleh bakteri riketsia?
4. Bagaimanakah mekanisme pertahanan
tubuh dalam mengatasi infeksi bakteri riketsia?
5. Bagimanakah pemberantasan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri riketsia?
6. Bagaimanakah deskripsi hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita
penyakit yang disebabkan oleh bakteri riketsia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
riketsia.
2. Untuk mengetahui struktur bakteri
riketsia.
3. Untuk mengetahui infeksi yang dapat
di tularkan oleh bakteri riketsia.
4. Untuk mengetahui mekanisme
pertahanan tubuh dalam mengatasi infeksi bakteri riketsia.
5. Untuk mengetahui pemberantasan
penyakit yang di sebabkan oleh bakteri riketsia.
6. Untuk mengetahui deskripsi hasil
pemeriksaan laboratorium pada penderita penyakit yang disebabkan oleh bakteri
riketsia.
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian
riketsia.
2. Dapat mengetahui struktur bakteri
riketsia.
3. Dapat mengetahui infeksi yang dapat
di tularkan oleh bakteri riketsia.
4. Dapat mengetahui mekanisme
pertahanan tubuh dalam mengatasi infeksi bakteri riketsia.
5. Dapat mengetahui pemberantasan
penyakit yang di sebabkan oleh bakteri riketsia.
6. Dapat mengetahui deskripsi
pemeriksaan laboratorium pada penderita penyakit yang disebabkan oleh bakteri
riketsia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ricketsia
Ricketsia adalah suatu mikroorganisme yang mempunyai sifat
antara bakteri atau virus. Bentuknya pleomorfik, berbentuk coccus,
coccobacillus, baccilus atau filament; Gram negatif; ukuran; panjang antara
0,3-2,0 mikron dan tebal antara 0,3-0,5 mikron. Mempunyai dinding sel yang
jelas (seperti bakteri).dapat dilihat dengan mikroskop biasa (seperti bakteri).
Ricketsia adalah parasit intra seluler (seperti virus), untuk pembenihannya
perlu sel yang masih hidup.Berkembang biak dengan jalan membelah diri (seperti
bakteri). Rickettsia spesies yang dibawa oleh banyak kutu, tungau , dan caplak,
dan menyebabkan penyakit pada manusia seperti tipus, rickettsialpox, demam
Boutonneuse, demam gigitan kutu Afrika, melihat demam Rocky Mountain, Australia
Tick Tifus, Pulau Flinders Spotted Demam tifus dan Queensland tick. Penyakit
karena ricketsia dapat diobati dengan antibiotik. Ricketsia umumnya merupakan
"parasit"pada arthropoda di mana arthropoda sebagai host
intermediate,merupakan bagian dari siklus hidupnya. Ricketsia yang menumpang
hidup pada arthropoda tidak menyebabkan matinya arthropoda, sehingga
hubungannya lebih bersifat simbiose mutualisme. Menularnya kepada manusia
melalui gigitan arthropoda atau melalui inhalasi udara yang mengandung debu-debu
feces arthropoda yang berasal dari pakaian atau tempat tidur.Ricketsia memiliki
kecenderungan untuk menyerang sel endothelial kapiler, sehingga infeksi karena
ricketsia selalu ditandai dengan adanya ruam di kulit (bintik kemerahan di
kulit) karena pecahnya pembuluh kapiler.
2.2 Struktur Ricketsia
Rickettsia berasal dari Phylum :
Proteobacteria,Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo : Rickekettsiales Famili :
Rickettsiaceae Genus : Rickettsia, Gram-negatif, non-sporeforming,
bentuknya pleomorfik yang pada umumnya berukuran 1 – 0,3 mikron dapat hadir
sebagai cocci (0,1 pM diameter), batang (1-4 pM panjang) atau benang seperti
(10 pM panjang). Meskipun
sangat kecil dan selalu terdapat didalam sel, Rickettsia bukanlah termasuk
virus melainkan golongan bakteri. Rickettsia mempunyai sifat-sifat yang sama
dengan sifat-sifat bakteri yaitu mengandung asam nukleat yang terdiri dari RNA
dan DNA , berkembang biak dengan pembelahan biner, dinding sel mengandung
mukopeptida, mempunyai ribosom, mempunyai enzim yang aktif pada metabolisme,
dihambat oleh obat-obat anti bakteri dan dapat membentuk ATP sebagai sumber
energi .Rickettsia dapat berbentuk batang pendek, kokoid atau pleomorf
(kokobasilus pleomorfik). Rickettsia mempunyai struktur dinding sel gram
negative sehingga mempermudah untuk hidup didalam kuning telur embrio yang
terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat dan asam
diaminopimelat. Pada rickettsia, bagian yang tumbuh berbeda-beda.
2.3
Infeksi Yang Disebabkan Oleh Ricketsia
Infeksi
yang dapat disebabkan akibat terinfeksi
oleh bakteri pathogen Rickettsia pada tubuh manusia yaitu :
·
Mual (Tahap Awal)
·
Muntah (Tahap Awal)
·
Sakit kepala (Tahap Awal)
·
Demam (Tahap Awal)
·
Kehilangan nafsu makan (Tahap Awal)
·
Ruam Berbintik (Tahap Menengah)
·
Lesi (Merah) (Tahap Lanjutan)
·
Diare (Tahap Lanjutan)
·
Rasa Sakit/Nyeri - Perut (Tahap Lanjutan)
·
Rasa Sakit/Nyeri - Sendi (Tahap Lanjutan)
·
Malaise
Namun untuk pembahasan lebih lanjut infeksi
yang spesifik dapat dijelaskan
berdasarkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen Rickettsia
itu sendiri , seperti :
1. Tifus
Murin
Tifus
Murin (Tifus Kutu Tikus, Tifus Malaya) adalah infeksi yang ditularkan oleh
tikus, yang menyebabkan demam dan ruam.Penyakit ini tersebar di seluruh dunia,
sering menyebabkan wabah, terutama di daerah perkotaan yang padat, dimana tikus
banyak ditemukan.
PENYEBAB
Rickettsia typhi.
Bakteri
ini hidup pada kutu tikus, mencit dan hewan pengerat lainnya. Kutu tikus inilah
yang menularkan riketsia kepada manusia.
GEJALA
Gejala
timbul dalam waktu 6-18 hari setelah terinfeksi.
Biasanya
gejala awal berupa menggigil, sakit kepala dan demam. Demam berlangsung selama
12 hari.Ruam yang sedikit menonjol dan berwarna merah muda akan timbul setelah
4-5 hari pada 80% penderita. Pada mulanya ruam hanya terdapat di sebagian kecil
tubuh dan sulit dilihat.Setelah 4-8 hari, ruam akan memudar secara
bertahap.Gejala lainnya yang bisa ditemukan pada penderita adalah:
-
sakit punggung
-
sakit persendian
-
mual dan muntah
-
batuk kering
-
nyeri perut.
DIAGNOSA
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.Pemeriksaan darah bisa menunjukkan
adanya peningkatan kadar antibodi terhadap tifus.
PENGOBATAN
Untuk
meredakan infeksi dan mengatasi gejala-gejalanya, diberikan antibiotik
(tetrasiklin, doksisiklin, kloramfenikol).Tetrasiklin biasanya tidak diberikan
kepada anak-anak karena dapat mengganggu pertumbuhan gigi.Kebanyakan penderita
akan sembuh sempurna. Tetapi kematian bisa terjadi pada penderita dengan usia
lebih tua dan dengan gangguan sistem kekebalan.
PENCEGAHAN
Hindari
tempat-tempat yang banyak mengandung kutu tikus.
2.
Demam
Berbintik Rocky Mountain
PENYEBAB
Ricketsia
ricketsii
Mikroorganisme
ini khas untuk belahan bumi barat. Pertama kali ditemukan di negara bagian
Rocky Mountain, tapi juga terdapat di seluruh Amerika, kecuali di Maine, Hawai
dan Alaska. Penyakit ini biasanya
timbul pada bulan Mei-September, dimana kutu dewasa sangat aktif dan
orang-orang berada di daerah yang banyak ditemukan kutu.Di negara bagian
selatan, penyakit ini terjadi sepanjang tahun. Resiko tinggi terinfeksi adalah anak-anak berusia dibawah 15
tahun, karena mereka banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, di tempat
dimana kutu banyak ditemukan. Kutu
yang terinfeksi menularkan riketsia kepada kelinci, bajing, rusa, beruang,
anjing dan manusia.Penyakit ini tidak ditularkan secara langsung dari orang ke
orang. Riketsia hidup dan
berkembang-biak di dalam dinding pembuluh darah. Yang sering terinfeksi adalah
pembuluh darah di kulit, dibawah kulit, di otak, jantung, paru-paru, ginjal,
hati dan limpa. Pembuluh darah bisa
tersumbat oleh bekuan darah.
GEJALA
Gejala
dimulai secara tiba-tiba dalam waktu 3-12 hari setelah gigitan kutu. Makin
cepat gejala timbul, makin berat gejalanya.
Terjadi sakit kepala hebat, menggigil, kelelahan yang luar biasa (postrasi)
dan nyeri otot. Demam 39,4-
40,4°Celsius terjadi selama beberapa hari dan pada kasus yang berat, tetap
tinggi sampai selama 15-20 hari. Demam
bisa menghilang di pagi hari untuk sementara waktu. Penderita juga mengeluh batuk kering pendek. Pada hari keempat demam, ruam muncul di pergelangan tangan,
pergelangan kaki, telapak tangan, telapak kaki dan lengan bawah; dan dengan
segera akan menyebar ke leher, muka, ketiak, bokong dan daerah yang tertutup
celana pendek. Pada mulanya ruam
tampak datar dan berwarna merah muda, tapi selanjutnya akan menonjol dan
berwarna lebih gelap. Mandi air hangat akan lebih memperjelas adanya ruam ini.
Dalam waktu 4 hari, muncul area keunguan (peteki) karena adanya perdarahan di
dalam kulit. Bila beberapa area ini
menyatu, bisa terbentuk koreng. Bila
pembuluh darah otak terkena, akan timbul sakit kepala, gelisah, sulit tidur,
penurunan kesadaran dan koma. Hati
bisa membesar, peradangan hati menyebabkan sakit kuning, meskipun jarang
terjadi. Bisa terjadi peradangan
saluran pernafasan (pneumonitis). Juga
bisa terjadi pneumonia, kerusakan otak dan kerusakan hati. Kadang tekanan darah bisa menurun dan bahkan pada kasus yang berat,
terjadi kematian mendadak.
DIAGNOSA
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya penurunan kadar trombosit dan sel
darah merah. Biopsi kulit bisa
menunjukkan adanya mikroorganisme penyebab penyakit ini.
PENGOBATAN
Segera
diberikan antibiotik. Yang sering digunakan adalah doksisiklin atau
tetrasiklin, kepada wanita hamil bisa diberikan kloramfenikol. Antibiotik telah
mengurangi angka kematian dari 20% menjadi 7%. Kematian terjadi bila pengobatan
tertunda. Penderita demam yang berat sering memiliki sirkulasi darah yang tidak
memadai, yang bisa menyebabkan gagal ginjal, anemia, pembengkakan jaringan dan
koma. Juga bisa terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang terinfeksi. Karena
itu bisa diberikan cairan melalui infus dengan pengawasan ketat, untuk
menghindari peningkatan pengumpulan cairan di paru-paru dan otak, terutama pada
stadium lanjut.
PENCEGAHAN
Tidak
ada vaksin untuk demam berbintik Rocky Mountain. Sebaiknya digunakan repelen
(penolak serangga) seperti dietil-toluamid pada kulit dan pakaian orang-orang
yang bekerja di daerah dimana banyak ditemukan kutu. Repelen ini efektif tapi
kadang-kadang menyebabkan reaksi toksik, terutama pada anak-anak. Kebersihan badan dan pencarian kutu
sangat penting untuk pencegahan. Kutu
harus diambil secara hati-hati, karena riketsia bisa ditularkan melalui darah
yang keluar bila kutu tertindas diantara jari-jari tangan. Bisa juga digunakan insektisida untuk membasmi kutu.
3. Ehrlichioses : Demam dan Sakit
Kepala karena Gigitan Kutu
Ehrlichioses
adalah infeksi kutu borne yang menyebabkan demam, panas dingin, sakit kepala,
dan perasaan sakit umum (malaise). Gejala-gejala ini terjadi tiba-tiba.
PENYEBAB
Bakteri
Ehrlichia, seperti Rickettsiae, dapat hidup hanya di dalam sel hewan atau
manusia. Meskipun begitu, tidak seperti Rickettsiae, bakteri Ehrlichia mendiami
sel darah putih (seperti granulosit dan monosit). Spesies lain mendiami jenis
lain pada sel darah putih. Erchilioses
sangat sering terjadi di daerah Amerika Serikat Selatan dan Tengah Selatan.
Mereka juga terjadi di Eropa. Mereka lebih sering terjadi di antara musim semi
dan akhir musim gugur, pada waktu kutu paling aktif. Infeksi menyebar ke orang
melalui gigitan kutu, kadangkala dihasilkan dari kontak dengan hewan yang
membawa kutu anjing coklat atau kutu rusa.
GEJALA
Gejala-gejala
biasanya dimulai 1 sampai 3 minggu setelah gigitan kutu. Gejala-gejala awal
adalah demam. Panas dingin, sakit kepala berat, sakit badan, dan malaise.
Sebagaimana kemajuan infeksi, gejala-gejala bisa terbentuk :
*
Muntah
*
Diare
*
Kejang
*
Pusing
*
Koma
*
batuk
*
Kesulitan bernafas
Ruam
kulit kurang umum dibandingkan infeksi Rickettsial. Kematian tidak sering
terjadi tetapi bisa terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang dilemahkan
atau mereka yang kulitnya tidak segera diobati dengan cukup.
DIAGNOSA
Dokter
melakukan pemeriksaan darah, yang bisa mendeteksi jumlah sel darah putih
rendah, jumlah platelet rendah (thrombocytopenia), dan kelainan penggumpalan
darah. Tetapi hal ini ditemukan terjadi pada banyak gangguan lainnya.
Pemeriksaan darah untuk memeriksa antibodi terhadap bakteri ini kemungkinan
sangat membantu, tetapi hasilnya biasanya tidak positif sampai beberapa minggu
setelah sakit tersebut dimulai. Tes Reaksi rantai polymerase (PCR) kemungkinan
lebih berguna. Hal itu meningkatkan jumlah DNA bakteri dan dengan demikian
membuat bakteri lebih mudah dikenali. Kadangkala sel darah putih mengandung
bercak berkarakter (morulae) yang bisa dilihat di bawah mikroskop. Kehadiran
morulae memastikan diagnosa pada ehrlichiosis.
PENGOBATAN
Jika
orang yang telah terkena kutu yang terinfeksi mengalami gejala-gejala khusus,
pengobatan biasanya dimulai berdasarkan gejala-gejala orang tersebut sebelum
hasil pemeriksaan laboratorium tersedia. Doxycycline, chloramphenicol, dan
tetrasiklin semuanya efektif. Ketika pengobatan dimulai lebih awal, kebanyakan
orang segera bereaksi dan sembuh. Penundaan pada pengobatan bisa menyebabkan
komplikasi serius, termasuk kematian pada 2 sampai 5% penderita.
Infeksi
Riketsia Yang Lainnya
Penyakit
|
Penyebab
|
Daerah
|
Gambaran penyakit
|
Tifus Epidemik
|
Rickettsia prowazekii, ditularkan tuma
|
Seluruh dunia
|
Masa inkubasi 7-14 hari
Onset terjadi secara tiba-tiba Demam, sakit kepala, kelelahan Ruam muncul hari ke4-ke6 Jika tidak diobati, bisa berakibat fatal, terutama pada penderita diatas 50 tahun |
Tifus Belukar
|
Rickettsia tsutsugamushi, ditularkan tungau
|
Asia Pasifik, Jepang, India,
Australia, Tailan
|
Masa inkubasi 6-21 hari
Onset terjadi secara tiba-tiba Demam, menggigil, sakit kepala Ruam muncul hari ke5-ke8 |
Erlikiosis
|
Ehrlichia canis, ditularkan kutu anjing coklat
|
Seluruh dunia
|
Menyerupai Demam Berbintik
Rocky Mountain, tapi tanpa ruam
Jika tidak diobati, bisa berakibat fatal |
Cacar Riketsia
|
Rickettsia akari, ditularkan tuma
|
Pertama kali ditemukan di New
York, juga ditemukan di daerah lainnya di Amerika & di Rusia, Korea serta
Afrika
|
1 minggu sebelum demam, muncul
koreng di kulit
Demam hilang timbul selama1 minggu disertai menggigil, keringat berlebih, sakit kepala, sensitif thd sinar matahari, nyeri otot |
Demam Q
|
Coxiella burnetii (Rickettsia burnetii),
penularan melalui cipratan ludah yg mengandung riketsia atau melalui susu
yang terinfeksi
|
Seluruh dunia
|
Masa inkubasi 9-28 hari
Onset terjadi secara tiba-tiba Demam, sakit kepala hebat, menggigil, lemah, nyeri otot, nyeri dada, pneumonitis, tanpa ruam |
Demam Parit
|
Bartonella quintana, ditularkan tuma
|
Meksiko, Tunisia, Eritrea,
Polandia, Rusia
|
Masa inkubasi 14-30 hari
Onset terjadi secara tiba-tiba Demam, lemah, pusing, sakit kepala, sakit punggung, sakit tungkai |
2.4
Mekanisme Pertahanan Tubuh
1. Mekanisme Pertahanan Tubuh Ekstraseluler
Respons
imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan
mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh
neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding
bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya
antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis
bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat
pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan
sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1,
IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada
endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal
serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat
efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
·
Netralisasi toksin
Infeksi
bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan
sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya
reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem
koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang
mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan
sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel
target.
Antibodi
yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan
eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi
terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi
di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi
toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh
dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik
toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks
bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis,
terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan
bakteri akan semakin bertambah.
·
Opsonisasi
Opsonisasi
adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi
untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak
tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.
Pada
opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat
terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r
dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen
pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai
fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada
bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor.
Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang
resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag
bila telah diopsonisasi oleh antibodi.
Dalam
opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai
oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan
fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari
komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b,
sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of
multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun
merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi
akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke
dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi
komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan
anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen
serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik
terhadap neutrofil untuk membantu
fagositosis.
Sel
PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi
infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal
kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag
lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap
semua faktor kemotaktik.
Sel
PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada
dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi
PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk
pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan
sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau
bakteri yang telah menginfeksi.
Proses
penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia
yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri
akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom
akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan
bakteri tersebut.
Mekanisme
pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu.
Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi
dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat
pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan
daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat
(HOCl).
Proses
oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan superoksida dan
radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung
dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein,
sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan
bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena
protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan
dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri
juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas
lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan
sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
·
Sistem imun sekretori
Permukaan
mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik.
Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh
neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis
bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai
oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2
pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi
(coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa.
Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan
makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati
barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen
dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun
dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas
vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan
komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan
menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi
yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks
antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat
permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .
Apabila organisme yang diopsonisasi
terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi organisme tersebut
melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity
(ADCC).
2. Mekanisme
Pertahanan Tubuh intraseluler
Bakteri
intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah
difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri
intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak
di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau
oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri
intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa
jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan
Brucella menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup
intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut
mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan
fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag,
bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan.Bakteri intraseluler
memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme, yaitu 1)
hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid mikobakterial
seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive oxygen
intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen
peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3) menghindari perangkap
fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma
makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya.
2.5
Pemberantasan
Pembrantasan dapat dilakukan dengan cara dengan memutuskan
rantai infeksi, menjaga kebersihan lingkungan dan diri sendiri, dan imunisasi.
1. Memutuskan Mata Rantai
·
Typus Endemik :
Menghilangkan tuma dengan insektisida
·
Typus Murine : Dengan bangunan yang tahan tikus dan penggunaan racun
tikus
·
Sclub typus : Pembersihan sekitar perkemahan tempat tumbuh-tumbuhan
dimana tikus dan tungau hidup.
·
Demam berbercak :
Pembersihan tanah yang mengandung organisme ini, pencegahan perorangan :
memakai kaos kaki yang menutupi celah untuk mengusir sengkenit yang melekat.
·
Riketsiapox : Membrantas Hewan Pengerat
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan Dan Diri
· Menjaga kebersihan baik dari
lingkungan maupun diri sendiri, misalnya jangan membiarkan banyak pakaian kotor
yang tergantung di kamar karena dapat ijadikan sarang kutu, lalu menggunakan
obat gosok untuk mencegah gigitan arthopoda.
3. Imunisasi
Imunisasi aktif dapat dilakukan
dengan memakai antigen yang diberi formalin, yang dibuat dari kantong kuning
telur embrio ayam yang terinfeksi atau dari biakan sel. Vaksin seperti ini
tersedia untuk tifus epidemic (R prowazekii), Rocky Mountain spotted
fever (R ricketsii) dan demam Q (C Burnetti). Vaksin Coxialla (fase
1 yang diberi formalin) telah digunakan pada pekerja di tempat pemotongan hewan
di Australia. Namun vaksi yang diproduksi secara komersial belum tersedia di
Amerika Serikat pada tahun 1989. Suspense riketsia inaktif yang tumbuh dalam
biakan sel sedang dipelajari sebagai vaksin. Suatu vaksin hidup (strain E)
terhadap virus epidemic bersifat efektif dan dipakai untuk percobaan tetapi
dapat menimbulkan penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri.
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Darah (atau bekuan darah yang telah
diemulsi) diinokulasikan ke dalam marmot, mencit, atau telur. Riketsia biasanya
ditemukan dalam darah yang diambil segera setelah timbul penyakit, tetapi dapat
ditemukan sampai hari ke-12 masa sakit.Bila marmot tidak tampak sakit (demam, pembengkakan
skotrum, nekrosis pendarahan, kematian), serumnya dikumpulkan untuk tes
antibody dengan tujuan untuk mengetahui apakah hewan itu menderita infeksi yang
tidak nyata.Beberapa riketsia dapat menginfeksi mencit dan riketsia terlihat
dalam sediaan eksudat peritoneal. Pada Rocky Mountain spotted fever, biopsy
kulit yang dilakukan pada penderita antara hari keempat dan kedelapan masa
sakit memperlihatkan riketsia melalui pewarnaan imunofluorensi.Tes serologic
yang paling peka dan has adalah mikroimunofluorensi, mikroaglutinasi dan ikatan
komplemen. Kenaikan dapat diperlihatkan selama berlangsungnya penyakit.Beberapa
Tes yang sering digunakan :
·
Tes
Imunoflourensi Tidak Langsung dengan Antigen Riketsia
·
Ikatan
komplemen dengan antigen riketsia
·
Aglutinasi
riketsia
·
Hemaglutinasi
tidak langsung dan tes aglutinasi lateks
·
EIA
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan maka simpulan
yang kami dapatkan dalam makalah ini adalah : Rickettsia
berasal dari
Phylum : Proteobacteria,Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo : Rickekettsiales
Famili : Rickettsiaceae Genus : Rickettsia, Gram-negatif, non-sporeforming,
bentuknya pleomorfik yang pada umumnya berukuran 1 – 0,3 mikron dapat hadir
sebagai cocci (0,1 pM diameter), batang (1-4 pM panjang) atau benang seperti
(10 pM panjang). Kemudian
infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri rickettsia menimbulkan penyakit typus,
demam rocky mountain,dll. Mekanisme pertahanan tubuh manusia ketika diinfeksi
oleh bakteri pathogen ini bermacam-macam seperti tubuh akan memngeluarkan sel
NK(natural killer), hingga imunitas yg dikeluarkan secara langsung oleh tubuh
kita. Adapun cara pemberantasan atau pencegahan dari bakteri Rickettsia ini
adalah dengan memutus rantai infeksi, melakukan imunisasi, dan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Beberapa Tes yang sering digunakan : Tes
Imunoflourensi Tidak Langsung dengan Antigen Riketsia,Ikatan komplemen dengan
antigen riketsia,Aglutinasi riketsia,Hemaglutinasi tidak langsung dan tes
aglutinasi lateks,EIA
3.2 Saran
Setelah
mempelajari mata kuliah mikrobiologi dan parasitologi diharapkan mahasiswa
dapat memahami mata kuliah ini dengan baik
Comments
Post a Comment