Perlawanan Aceh terhadap VOC
Usaha VOC
untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak
berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit
orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya.
Ketika itu
Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar
Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara
keduanya dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada
Kerajaan Aceh.
Karena
merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang Inggris dan
Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda mencoba
melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak berhasil,
karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.
Pada akhir
pemerintahan Sultan Iskandar muda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh membutuhkan banyak beaya untuk membangun
armadanya kembali. Maka dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC
untuk berdagang di wilayahnya.
Dalam
pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC merebut
Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat Malaka.
Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.
Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda, 1873-1904
Perang Aceh
ialah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 sampai 1904. Kesultanan
Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya
terus berlanjut. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada
Aceh, & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang
Citadel van Antwerpen.
Pada 8 April
1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen
Rudolf Köhler, & langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler
saat itu membawa 3. 198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.
Penyebab Terjadinya
Perang Aceh
Perang Aceh
disebabkan karena:
Belanda
menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail
menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan & Serdang kepada Belanda, padahal
daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.
Belanda
melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi
perjanjian London ialah Belanda & Britania Raya membuat ketentuan tentang
batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang
Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.
Aceh menuduh
Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat perairan
Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
Dibukanya
Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi
sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
Ditandatanganinya
Perjanjian London 1871 antara Inggris & Belanda, yg isinya, Britania
memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda
harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania
bebas berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada
Britania.
Akibat
perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul
Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan
mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
Akibat
hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia & Turki di
Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil
Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya
datang ke Aceh & meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yg
sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan
keterangan.
Strategi
Siasat Snouck Hurgronje Mata-mata Belanda
Untuk
mengalahkan pertahanan & perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk
meneliti kemasyarakatan & ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan
dengan judul Rakyat Aceh [De Acehers]. Dalam buku itu disebutkan strategi
bagaimana untuk menaklukkan Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada
Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan
Keumala [yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala] dengan pengikutnya
dikesampingkan dahulu.
Tetap
menyerang terus & menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan
pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan
niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid,
memperbaiki jalan-jalan irigasi & membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yg menjadi Gubernur
militer & sipil di Aceh [1898-1904]. Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat
sebagai penasehatnya.
Taktik
Perang belanda Menghadapi Aceh
Taktik
perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan maréchaussée
yg dipimpin oleh Hans Christoffel dengan pasukan Colone Macan yg telah
mampu & menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh untuk
mencari & mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh. Taktik berikutnya yg
dilakukan Belanda ialah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan
Aceh. Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan & Tengku Putroe
[1902].
Van der
Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada
tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli & berdamai. Van der Maaten dengan diam-diam
menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi sebagai
gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara perempuannya
& beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim meletakkan
senjata & menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903. Setelah Panglima
Polim menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yg menyerah mengikuti jejak
Panglima Polim.
Taktik
selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yg dilakukan di bawah
pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen yg menggantikan Van Heutz. Seperti
pembunuhan di Kuta Reh [14 Juni 1904] dimana 2. 922 orang dibunuhnya, yg
terdiri dari 1. 773 laki-laki & 1. 149 perempuan. Taktik terakhir menangkap
Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yg masih melakukan perlawanan secara
gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap & diasingkan ke
Sumedang.
Surat
perjanjian tanda menyerah Pemimpin Aceh
Selama
perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek [korte verklaring,
Traktat Pendek] tentang penyerahan yg harus ditandatangani oleh para pemimpin
Aceh yg telah tertangkap & menyerah. Di mana isi dari surat pendek
penyerahan diri itu berisikan, Raja [Sultan] mengakui daerahnya sebagai bagian
dari daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tak akan mengadakan hubungan dengan
kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg
ditetapkan Belanda.
Perjanjian
pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yg rumit & panjang
dengan para pemimpin setempat. Walau demikian, wilayah Aceh tetap tak bisa
dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi
perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok orang
[masyarakat]. Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara &
diganti kedatangan penjajah baru yakni Jepang [Nippon].
malamppe eggang anu.
ReplyDeletenu sessaka tu kasi
Kurang panjang :)
ReplyDeleteterlalu singkat cerita:)
ReplyDelete