Manusia Purba yang Ada didalam Indonesia
Indonesia merupakan kawasan paling nyaman
untuk didiami manusia purba. Iklim yang sedang, matahari yang bersinar
sepanjang tahun, dan alam yang subur menjadikan kepulauan ini menjadi tujuan
migrasi manusia purba. Badan dunia UNESCO pun menetapkan salah satu tempat di
Indonesia sebagai warisan peradaban dunia. Pengakuan ini bukan tanpa alasan. Di
sejumlah daerah ditemukan situs dan bukti-bukti yang mengukuhkan keberadaan
manusia purba yang hidup jutaan tahun silam.
Pengertian manusia purba
Untuk lebih jelasnya, kita harus tahu dulu mengenai manusia purba.
Untuk mengetahui kehidupan manusia purba di Indonesiaada dua macam cara yaitu:
A. Dengan melalui sisa-sisa tulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah membatu (fosil)
B. Dengan melalui peningggalan dan perlengkapan kehidupan manusia sebagai hasil budaya manusia, seperti alat-alat rumah tangga, bangunan, perhiasan, atau senjata.
Untuk lebih jelasnya, kita harus tahu dulu mengenai manusia purba.
Untuk mengetahui kehidupan manusia purba di Indonesiaada dua macam cara yaitu:
A. Dengan melalui sisa-sisa tulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah membatu (fosil)
B. Dengan melalui peningggalan dan perlengkapan kehidupan manusia sebagai hasil budaya manusia, seperti alat-alat rumah tangga, bangunan, perhiasan, atau senjata.
Lokasi
penemuan manusia purba
Wilayah Indonesia menjadi tempat hunian
manusia purba. Beberapa daerah di Indonesia yang menjadi tempat hunian manusia
purba antara lain Sangiran, Trinil, Wajak, dan Flores. Perhatikan penjelasan
berikut ini.
A. Sangiran
Secara geografis, sangiran
terletak di kaki Gunung Lawu dan sekira 15 km dari lembah Sungai Bengawan Solo.
Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia,yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran itu mempunyai luas delapan kilometer pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Situs Sangiran merupakan suatu kubah raksasa yang berupa cekungan besardi pusat kubah akibat adanya erosi di bagian puncaknya. Kubah raksasa itu diwarnai dengan perbukitan yang bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu menyebabkan tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia purba dan binatang, termasuk artefak. Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran berupa endapan lempung hitam dan pasir fluvio volkanik, tanahnya tidak subur dan terkesan gersang pada musim kemarau.
Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan chemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934,G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak penemuan von Koenigswald, Situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah takson paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern. Situs Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia saja, akan tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologis-stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih dari dua juta tahun, menunjukan tentang hal itu. Situs Sangiran telah diakui sebagai salah satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs itu ditetapkan secara resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, yang tercantum dalam nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.
Situs ini merupakan situs fosil manusia
purba paling lengkap di dunia. Ada puluhan ribu fosil dari zaman Pleistosen
(kurang lebih dua juta tahun lalu) di Kubah Sangiran ini.
Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil; 2.931 fosil ada di Museum Sangiran, sisanya disimpan di gudang penyimpanan (sragen.go.id). Luas situs Sangiran mencapai 56 km2 yang meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu Gondangrejo
Fosil-fosil yang ditemukan di Sangiran jumlahnya merupakan 50% dari temuan fosil di dunia dan 65% dari temuan di Indonesia. Untuk jenis hominid purba yang diduga sebagai asal evolusi manusia, Sangiran memiliki 50 jenis/individu. Atas fakta itu, dalam sidangnya yang ke-20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Meksiko tanggal 5 Desember 1996 menetapkan Sangiran sebagai salahsatu Warisan Budaya Dunia “World Haritage List” Nomor : 593.
Koleksi Museum Sangiran sangat mengagumkan karena kelengkapannya itu. Untuk fosil manusia ada Australopithecus africanus, Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus), Meganthropus palaeojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens. Sedangkan untuk fosil binatang bertulang belakang ada Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).
Dari kelompok fosil binatang air, kita bisa melihat Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp. (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera. Masih ada batu-batuan (meteorit/taktit, kalesdon, diatome, dll.) serta alat bantu dari batu (serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu, dan kapak perimbas-penetak).
Museum Purbakala Sangiran dibangun pada tahun 1980 dan menempati areal seluas 16.675 m2. Mengambil corak joglo, Museum Sangiran memiliki ruang pameran yaitu ruang utama tempat koleksi terpajang; ruang laboraturium tempat melakukan proses konservasi terhadap fosil-fosil yang ditemukan; ruang pertemuan untuk kegiatan yang diadakan di museum; ruang pajang bawah tanah; ruang audio visual; dan ruang penyimpanan koleksi fosil-fosil. Fasilitas umum seperti mushola dan toilet juga tersedia.
Fasilitas penunjang lain adalah Menara Pandang dan Wisma Sangiran. Melalui Menara Pandang kita bisa menikmati keindahan dan keasrian panorama di sekitar Kawasan Sangiran dari ketinggian. Sementara itu untuk wisatawan atau peneliti yang ingin lebih lama menjelajahi Sangiran disediakan Wisma Sangiran (Guest House Sangiran) yang terletak di sebelah Menara Pandang Sangiran. Berbentuk joglo juga, wisma ini memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai.
Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil; 2.931 fosil ada di Museum Sangiran, sisanya disimpan di gudang penyimpanan (sragen.go.id). Luas situs Sangiran mencapai 56 km2 yang meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu Gondangrejo
Fosil-fosil yang ditemukan di Sangiran jumlahnya merupakan 50% dari temuan fosil di dunia dan 65% dari temuan di Indonesia. Untuk jenis hominid purba yang diduga sebagai asal evolusi manusia, Sangiran memiliki 50 jenis/individu. Atas fakta itu, dalam sidangnya yang ke-20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Meksiko tanggal 5 Desember 1996 menetapkan Sangiran sebagai salahsatu Warisan Budaya Dunia “World Haritage List” Nomor : 593.
Koleksi Museum Sangiran sangat mengagumkan karena kelengkapannya itu. Untuk fosil manusia ada Australopithecus africanus, Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus), Meganthropus palaeojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens. Sedangkan untuk fosil binatang bertulang belakang ada Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).
Dari kelompok fosil binatang air, kita bisa melihat Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp. (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera. Masih ada batu-batuan (meteorit/taktit, kalesdon, diatome, dll.) serta alat bantu dari batu (serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu, dan kapak perimbas-penetak).
Museum Purbakala Sangiran dibangun pada tahun 1980 dan menempati areal seluas 16.675 m2. Mengambil corak joglo, Museum Sangiran memiliki ruang pameran yaitu ruang utama tempat koleksi terpajang; ruang laboraturium tempat melakukan proses konservasi terhadap fosil-fosil yang ditemukan; ruang pertemuan untuk kegiatan yang diadakan di museum; ruang pajang bawah tanah; ruang audio visual; dan ruang penyimpanan koleksi fosil-fosil. Fasilitas umum seperti mushola dan toilet juga tersedia.
Fasilitas penunjang lain adalah Menara Pandang dan Wisma Sangiran. Melalui Menara Pandang kita bisa menikmati keindahan dan keasrian panorama di sekitar Kawasan Sangiran dari ketinggian. Sementara itu untuk wisatawan atau peneliti yang ingin lebih lama menjelajahi Sangiran disediakan Wisma Sangiran (Guest House Sangiran) yang terletak di sebelah Menara Pandang Sangiran. Berbentuk joglo juga, wisma ini memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai.
B.
Trinil
Trinil adalah sebuah desa
di pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan di daerah ini jauh
sebelum von Koenigswald menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang dilakukan
oleh Eugene Dubois di Trinil telah membawa penemuan sisa-sisa manusia purba
yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada
endapan alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus
erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh danfragmen) yang menunjukkan
pemiliknya telah berjalan tegak.
Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke belakang.Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera(600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata, terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antar tulang kepala, ditafsirkan individu ini telah mencapai usia dewasa. Selain tempat-tempat di atas, peninggalan manusia purba tipe ini juga ditemukan di Perning, Mojokerto, Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah, Sambung macan, Sragen.
Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke belakang.Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera(600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata, terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antar tulang kepala, ditafsirkan individu ini telah mencapai usia dewasa. Selain tempat-tempat di atas, peninggalan manusia purba tipe ini juga ditemukan di Perning, Mojokerto, Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah, Sambung macan, Sragen.
Penemuan manusia purba
jenis Homo erectus oleh Eugene Dubois telah mendorong beberapa penelitian lain.
Pada tahun 1907-1908 Selenka melakukan penelitian dan penggalian di Desa
Trinil. Dalam penelitiannya ini, Lenore Selenka tidak berhasil menemukan fosil
manusia. Akan tetapi, ia berhasil menemukan fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang
dapat memberikan dukungan untuk menggambarkan lingkungan hidup Homo erectus.
Inilah penelitian pertama yang mengaitkan fosil manusia dengan lingkungan
alamnya.
Comments
Post a Comment